8.7.07

Rudat Sebagai Media Pendidikan Komunitas (2)

Saat ini, dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap Pemakaian Rudat sebagai media sosialisasi Peraturan Desa Perlindungan Buruh Migrant Oleh ADBMI di 6 Desa dampingannya, ternyata cukup efektif. Karena Prinsip yang diterapkan dalam Pementasan ini adalah dari, oleh dan untuk Komunitas. Diman para pemain rudat merupakan masyarakat Desa setempat yang merupakan mantan BM, korban BM atau Keluarga Buruh Migrant. Dimana cerita yang dipentaskan juga diangkat dari profile kasus Desa setempat dengan bahasa lokal juga.

Sebelum pementasan dilakukan, bersama komunitas Buruh Migrant, ADBMI Lotim duduk bersama untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah bersama, secara urut adalah :

1. Memetakan wajah masalah sosial Desa terkait dengan Migrasi menjadi Buruh ke Luar Negeri
2. Merumuskan kebutuhan informasi dan Pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk menterjemahkan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Lokal.
3. mengemas kebutuhan Informasi dan pengetahuan (materi) yang terkandung dalam Peraturan Desa dalam bentuk script/Naskah pementasan yang sederhana sehingga mudah difahami masyarakat. Dimana proses dipandu oleh seorang fasiltator
4. Latihan Berbasis Naskah, Untuk mencapai harmonisasi musik dan alur cerita, dan semua pemain tahu perannya dan dialog .
5. Pementasan Media Seni Rudat untuk sosialisasi Peraturan Desa Perlindungan an Buruh Migran


Gender :
Kelebihan lain Media tradisional ini adalah, masyarakat tidak merasa sedang digurui, lebih relaks dan bersifat rekreatip. Sehingga cukup efektif untuk mengkampanyekan isyu-isyu yang relatip sensitip dan berpotensi menimbulkan gejolak, misalnya adalah isyu Gender. Seperti masyarakat Lombok yang menganut sistem Patriarki didukung oleh pemahaman umum terhadap ajaran agama yang salah menafsirkan soal relasi Perempuan dan Pria.
Dalam pengalaman ADBMI Lotim memakai rudat ini, isyu Gender dapat dikampanyekan dengan cara menyusun skenario yang menggambarkan ketimpangan gender pada masyarakat sekitar dan dampaknya. Memporsikan 50% dari pemain adalah kaum perempuan.


Hambatan :
High cost, dibutuhkan dukungan dana yang cukup tinggi untuk mementaskan Rudat ini. Rata-rata Rp. 4 Juta per sekali Pementasan. Dana itu diperlukan untuk sewa kostum pemain, alat musik tardisional. Dan jika dipentaskan di Desa yang tidak punya akses Listrik, maka dibutuhkan sewa Generator pembangkit listrik (pada jaman dahulu, untuk penerangan pementasan memakai Lampu Petromaks). Karena dipentaskan ditanah lapang dengan Jumlah penonton yang sangat besar, maka Sound system yang standard mesti disiapkan, sehingga dialog-dialog yang berisi materi kampanye/pendidikan itu dapat didengar dengan baik oleh penonton. Demikian juga dengan kebutuhan dekorasi panggung untuk menghadirkan suasana panggung yang mendukung skenario.

Hambatan lainnya adalah, sesuai kebiasaan Rudat dipentaskan setelah jam 00.00 Wita, sehingga anak-anak dan Perempuan juga ikut begadang. Namun, hal ini dapat diatasi dengan cara memajukan jadwal Pementasan menjadi Pukul 21.00 samapi 00.00 wita. Untuk itu, perubahan jadwal pementasan ini diumumkan 2-3 Hari sebelumnya dari mulut ke Mulut dan pengumuman oleh pnitia pada pertemuan dengan warga.
Kebanggaan Lain : Karena keberadaanya yang sangat genuine dan merupakan pontensi Lokal, salah satu kelompok Rudat dampingan ADBMI ini pernah diundang oleh KOMNAS Perempuan untuk ikut merayakan Migrant Day, Desember 2006 yang lalu dan pentas di depan Special Raporteur On Migrant Worker Rights Of United Nation, Prof. Gorge Bustamante. Sepulang dari Jakarta, kepercayaan Diri, semangat dan Kebanggaan Para Pemain bahwa upaya dan budaya mereka dihargai menjadi motivasi tersendiri bagi Mereka. (Roma Hidayat, ADBMI Lotim)

Roma Hidayat ***
Ketua Lembaga Advokasi Buruh Migrant Indonesia ADBMI Lombok Timur, sebuah lembaga yang konsern pada issu-issu Buruh Migrant dan Perdagangan Manusia.
Strategi : Penciptaan sistem Perlindungan Sosial dan Hukum Berbasis Desa.
Kegiatan : Pendidikan Bagi Komunitas BM, Konseling, Pendampingan Penyelesaian Kasus, Pemberdayaan Potensi.
Alamat :
ADBMI Lotim.
Jl. Diponegoro 27, Selong, Lotim, NTB
Indonesia
Telp/Fax : (0376) 21880

1.7.07

Rudat Sebagai Media Pendidikan Komunitas (1)

Rudat adalah salah satu dari produk seni Budaya milik Masyarakat sasak (etnis asli Penduduk Pulau Lombok). Berbentuk seni drama yang mempunyai skenario/jalan cerita sendiri (biasanya berlatar cerita kerajaan, namun belakangan mulai juga mengambil cerita keadaan sosial setempat), diselingi tari dan nyanyi tradisional. Sangat digemari oleh Masyarakat. Setiap kali pementasan selalu ramai dikunjungi oleh Penonton, yang tidak hanya datang dari Desa setempat dimana Pementasan Dilakukan, tapi juga dari Desa Kecamatan lain. Biasa dipentaskan untuk meramaikan Pesta Pernikahan, khitanan ataupun syukuran atas kesuksesan tertentu. Pementasannya sendiri Gratis, karena sudah dikontrak (tanggep, sasak) oleh Pemilik Hajat, serta merupakan prestise tersendiri bagi mereka yang dapat mengontrak bahwa dia mampu menyelenggarakan Pementasan Rudat di Pestanya. Untuk pementasannya dilakukan pada malam Hari, Pukul 00.00 Wita sampai Subuh, pagi hari. Dipercaya, Rudat ini adopsi dari Budaya Parsi (Timur Tengah) oleh pedagang-Pedang Islam melalui India, kemudian ke Semenanjung Melayu. Lalu oleh Pedagang dan Penyebar Islam Banjar, Kalimantan membawanya ke Lombok sebagai media Dakwah (Dakwah = Penyebaran Islam). Terdiri dari paling sedikit 25 Orang Pemain, terbagi dalam dua kelompok Besar, yaitu pemain musik pengiring 7-9 Orang dan sisanya Pemain Lakon yang berperan sebagai pemain drama.

Dalam struktur Masyarakat Sasak, Pemilik sekaligus pemimpin Rudat disebut Sekahe, merupakan guru spiritual dan Adat masyarkat, sehingga juga dipanggil dengan sebutan Guru. Sekahe/Guru ini memiliki Peranan dan posisi yang sangat strategis . Diposisikan sebagai Tokoh Masyarakat yang begitu ditaati secara luas. Sebagai ilustrrasi, orang tua yang memiliki anak gadis, akan merasa naik derajat sosialnya, Jika Sekahe mau mengawini anak Gadisnya. Meskipun untuk itu, anak Gadisnya akan menjadi istri kedua, ketiga atau keempat. Bahkan, Sang Orang tua rela membiayai Pesta nikah tersebut dan membiayai kehidupan sang Guru. Oleh karena, pengaruhnya yang luas ini, para Politisi dari berbagai macam Partai Politik berlomba-lomba mendekati Sekahe Rudat sebagai Vote Getter, pengumpul massa.

Melihat Konteks Sosial Ini. Tiga Tahun terkahir ini, ADBMI Lotim mencoba memanfaatkan Media-Media tradisional ini sebagai Media Sosialisasi/Kampanye dan Pendidikan Komunitas Pedesaan, termasuk juga menggunakan wayang kulit. Kesungguhan pemanfaatan Media Tradsisional, Rudat ini semakin menguat, karena berdasarkan hasil refleksi terhadap beberapa kegagalan program pemberdayaan yang dilakukan oleh Pemerintah dan NGO yang memakai pendekatan ”Orang-Orang Sekolahan”. Misal, Melakukan Sosialisasi/kampanye dengan memakai sticker, poster ataupun opini publik di Koran, yang sangat sulit dipahami oleh masyarakat, mengingat fakta bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah dengan angka buta hurup (illiteracy) yang cukup tinggi. Jadi bagiamana mungkin memberikan bahan bacaan kepada mereka yang tidak bisa membaca. Atau memberikan presentasi dengan makalah-makalah yang tebal, yang tentu sulit dicerna oleh masyarakat, dengan istilah-istilah akademis yang tentu asing dan membosankan masyarakat. ...Bersambung (Roma Hidayat, ADBMI Lotim)